Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai - Hallo sahabat Suka Suka Saya, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Kerajaan Islam indonesia, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
link : Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai

Baca juga


Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai

Awal berdirinya Kerajaan Pasai, yang juga dikenal sebagai Samudera Darussalam atau Samudera Pasai, belum diketahui secara pasti dan masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Namun, dalam sebuah catatan Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) dari lbnu Batutah dapat ditarik kesimpulan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri lebih awal dibandingkan dinasti Usmani di Turki yang pernah menjadi salah satu dinasti terbesar di dunia. Jika dinasti Turki Usmani mulai menancapkan kekuasaanya pada tahun 1385 M, maka Kerajaan Samudera Pasai lebih dahulu menebarkan pengaruhnya di Asia Tenggara kira-kira pada tahun 1297. 

Catatan lbnu Batutah tersebut bertuliskan ”Sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah, ”ketika menggambarkan kekagumannya terhadap keindahan dan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang sempat disinggahinya selama 15 hari pada 1345 M.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
sejarah samudera pasai

Pendapat bahwa kerajaan Samudra Pasai lebih tua dari dinasti Usmani di Turki dikuatkan dengan catatan dari Marco Polo, seorang penjelajah asal Venezia (Italia), yang telah mengunjungi Samudera Pasai pada 1292 M. Marco Polo bertandang ke Samudera Pasai saat menjadi pemimpin rombongan yang membawa ratu dari Cina ke Persia. Bersama dua ribu orang pengikutnya, Marco Polo singgah dan menetap selama lima bulan di bumi Serambi Makkah itu. Dan perjalanan dari Marco Polo tersebut dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul Travel of Marco Polo. 
Sejumlah ahli sejarah Eropa pada masa pendudukan Kolonial Hindia Belanda seperti Snouck Hurgronje, J.P Moquette, J.L. Moens, dan J. Hulshoff Poll yang sudah beberapa kali menyelidiki asal-usul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai muncul sekitar pertengahan abad ke-13 M dengan Sultan Malik al-Saleh (kadang ditulis Malik Ul Salih, Malik Al Saleh, Malikus saleh, Malik Al Salih, atau Malik UI Saleh) sebagi raja pertamanya. 

Nama Samudera Pasai sendiri sebenarnya adalah ”Samudera Aca Pasai” yang berarti ”Kerajaan Samudera yang baik dengan ibukota di Pasai." Meski pusat pemerintahan kerajaan itu sekarang tidak diketahui secara pasti, tetapi para ahli sejarah memperkirakan lokasinya berada di sekitar Blang Melayu. Konon, nama ”Samudera" yang dipakai sebagai nama kerajaan itulah yang kini menjadi nama pulau Sumatera karena adanya pengaruh dialek oleh orang-orang Portugis. Sebelumnya, nama pulau tersebut adalah Perca. Berbeda dengan orang Portugis, seperti yang bisa dilihat dalam tulisan-tulisan I'tsing, para pengelana Tiongkok menyebut Sumatera dengan "Chin Cou" atau pulau emas. Sementara Raja Kertanegara dari Singosari yang terkenal itu menyebut pulau ini dengan sebutan "Suvamabhumi” atau ”Swarnabumi” yang artinya pulau emas. 

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih terletak di kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Beberapa kitab atau catatan yang digunakan untuk melacak sejarah Kerajaan Samudera Pasai antara lain adalah Hikayat Raja Pasai, Sejarah Melayu, dan Hikayat Raja Bakoy. Meski nuansa mitos yang masih kental di dalamnya tak jarang menjadi kendala ketika karya ini hendak ditafsirkan, Hikayat Raja Pasai tercatat sudah memberikan andil yang cukup besar dalam menguak riwayat Kesultanan Samudera Pasai.


Sementara terkait penamaan Samudera Pasai, J.L. Moens menyatakan bahwa kata ”Pasai" berasal dari kata ”Parsi". Menurut Moens, pada abad ke 7 banyak pedagang yang berasal dari Parsi atau Persia yang mengucapkan kata Pasai dengan kata Pa’Se. Pendapat J.L Moen sini mendapatkan dukungan dari beberapa peneliti sejarah Iainnya, seperti oleh Prof. Gabriel Ferrand melalui bukunya yang berjudul L' Empire Sumatranais de Crivijaya dan oleh Prof. Paul Wheatley dengan buku The Golden Khersonese. Baik Gabriel maupun Paul menyandarkan data datanya pada keterangan dari para pengelana Timur Tengah yang melakukan perjalanan ke Asia Tenggara. Mereka berdua juga meyakini bahwa pada abad ke 7, pelabuhan atau bandar-bandar besar di Asia Tenggara dan di kawasan Selat Malaka telah ramai dikunjungi oleh para pedagang dari Asia Barat. Data tersebut diperkuat oleh fakta bahwa di setiap kota dagang tersebut sudah ada permukiman-permukiman pedagang Islam yang singgah dan menetap di sana. 

Di tempat lain, H. Mohammed Said, seorang penulis yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti dan menerbitkan buku-buku perihal Aceh, termasuk meneliti kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh Darussalam, menyatakan bahwa kata ”Pasai" dalam Samudera Pasai berasal dari para pedagang Cina. Menurutnya, kata ”Po Se” yang populer digunakan pada pertengahan abad ke-8 M identik dengan penyebutan kata “Pase” atau ”Pasai”. Ada juga pendapat Iain yang menyatakan bahwa ”Pasai” berasal dari kata ”Tapasai” yang berarti "tepi laut.” Kata "Tapa" sendiri masih banyak ditemui dalam bahasa Polinesia yang berarti ”tepi", sedangkan kata “Sai” berarti ”pantai". Jadi, baik ”Samudera" atau ”Pasai” memiliki arti yang hampir sama yaitu ”negara yang terletak di tepi laut." 

Seorang pencatat asal Portugis, Tome Pires, yang pernah menetap di Malaka pada kurun waktu 1512-1515, menyebutkan bahwa Pasai adalah kota terpenting untuk seluruh Sumatera pada zamannya. Menurut Pires, penduduk Pasai waktu itu kurang lebih berjumlah 20.000 orang. Sementara itu, Marco Polo dalam lawatannya dari Tiongkok ke Persia pada tahun 1267 M yang kemudian singgah ke Pasai pada tahun 1292 M menuliskan bahwa saat itu sudah ada kerajaan Islam di Nusantara yang tak Iain adalah Samudera Pasai.

Baca juga:  Kegagalan serangan yang kedua umat islam dalam usaha menaklukkan Konstantinopel

Kala itu Marco Polo ikut dalam rombongan Italia yang mendapatkan undangan dari Kubilai Khan, raja Mongol yang menguasai daerah Tiongkok. Menurut Marco Polo, penduduk Pasai waktu itu belum banyak yang memeluk Islam, namun komunitas orang-orang Arab atau Saraceen sudah cukup banyak dan berperan penting dalam upaya mengislamkan penduduk Aceh. Marco Polo menyebut daerah tersebut sebagai Giava Minor atau Java Minor (Jawa Kecil). 

Menurut G.P. Rouffaer, sejarawan Belanda yang serius mendalami sejarah Kerajaan Samudera Pasai, menyimpulkan bahwa letak Pasai bermula berada di sebelah kanan Sungai Pasai sementara Samudera berada di sebelah kiri sungai. Kemudian lambat laun kedua tempat tersebut menjadi satu menjadi Samudera Pasai. Jelasnya, Kerajaan Samudera Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berada jauh di pedalaman daratan tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
letak kerajaan samudera pasai
Ada banyak teori yang berkembang tentang perkiraan asal-usul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Salah satu pendapat menyatakan bahwa Kerajaan Samudera Pasai merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan pra-islam yang sudah ada sebelumnya. Hal ini seperti tang tertuang dalam buku berjudul Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam Di Nusantara karya Slamet Muljana yang menyatakan bahwa Nazimuddin Al-Kamil, Laksamana laut dari Dinasti Fatimiyah di Mesir berhasil menaklukkan kerajaan Hindu-Buddha yang berada di Aceh dan menguasai salah satu daerah subur yang ada di sana yaitu Pasai. Nazimuddin Al-Kamil kemudian mendirikan kerajaan kecil di Pasai pada tahun 1128 M dengan nama Samudera Pasai.

Mata uang kerajaan yang dipergunakan

Alasan Dinasti Fatimiyah melakukan penaklukan terhadap Pasai sendiri adalah karena memang ingin menguasai bandar dagang yang saat itu sangat ramai di Selat Malaka. Bukan hanya itu, Dinasti Fatimiyah juga telah mengerahkan armada perangnya untuk merebut kota Kambayat di Gujarat Arab dan menyerang penghasil lada, yakni Kampar Kanan dan Kampar Kiri di Minang kabau. Dalam ekspedisi tersebut, Nazimuddin Al-Kamil gugur dan kemudian pada tahun 1168 Dinasti Fatimiyah Mesir dikalahkan oleh tentara dari Dinasti Salahuddin yang menganut mazhab Syafi'i. Dengan runtuhnya Dinasti Fatimiyah tersebut, maka secara otomatis hubungan antara Samudera Pasai dan Mesir terputus. Kafrawi Al-Kamil kemudian melanjutkan kepemimpinan Nazimuddin Al-Kamil yang telah gugur. Tetapi tahun 1204 M, kekuasaan Samudera Pasai jatuh ke tangan Laksamana Johan Jani dari pulau We. Di bawah kekuasaan Laksamana Johan Jani, kekuasaan Samudera Pasai menjadi kekuatan maritim yang kuat di Nusantara pada masa itu. 

Di Mesir sendiri setelah dikuasai oleh Dinasti Salahuddin, muncul Dinasti Mamaluk yang menggantikan Dinasti Fatimiyah. Sama dengan pendahulunya, Dinasti Mamaluk juga berniat menguasai perdagangan di Pasai. Niat tersebut pun dilancarkan dengan mengirim pendakwah yang telah menimba ilmu di Makkah, yaitu Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad yang sebelumnya telah berdakwah di Pantai Barat India. Di Pasai, kedua utusan tersebut bertemu dengan Marah Silu (Meurah Silu) yang saat itu menjadi salah satu anggota angkatan perang Kerajaan Pasai.

Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad kemudian berhasil membujuk Marah Silu untuk memeluk Islam dan membuat kerajaan tandingan untuk kerajaan Pasai yang akan dibantu oleh Dinasti Mamaluk di Mesir dan berganti nama menjadi Sultan Malik al-Saleh. Akhirnya Marah Silu dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Samudera yang berada di kiri dari Sungai Pasai dengan letak menghadap ke arah Selat Malaka. Namun demikian, ternyata kedua kerajaan tersebut justru bersatu menjadi Kerajaan Samudera Pasai.

Stempel kerajaan

Keislaman Marah Silu juga disinggungkan dalam catatan Hikayat Raja Pasai dengan memberikan penjelasan bahwa Nabi Muhammad Saw, telah menyebutkan nama kerajaan Samudera dan menyuruh agar daerah tersebut diislamkan oleh sahabat Nabi. Dari sini, bisa ditarik kesimpulan bahwa ada kemungkinan Islam telah masuk ke Nusantara tidak lama setelah Nabi Muhammad wafat yakni (abad pertama Hijriah atau abad ke 7-8 M) atau bahkan muncul kemungkinan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah. 

Marah Silu adalah keturunan dari suku Imam Empat atau yang Iebih dikenal sebagai Sukee lmuem Peuet, yaitu sebuah suku dari Champa yang merupakan pendiri kerajaan-kerajaan di Aceh sebelum berkembangnya agama Islam. Di antara empat kerajaan Hindu-Buddha yang didirikan oleh Sukee lmuem Peuet adalah Peureluak (Perlak) yang terletak di Aceh Timur, 

Jeumpha (Champa) di Bireun, Kerajaan Sama Indra di Pidie, dan Indra Purba di Aceh Besar/Banda Aceh. 

Sultan Malik al-Saleh kemudian menikah dengan putri Ganggang Sari, keturunan Sultan Aladdin Muhammad Amin bin Abdul Kadi dari kerajaan Perlak. Dari pernikahan ini Sultan Malik al-Saleh dikaruniai dua orang putra yaitu Muhammad dan Abdullah. Kelak, Muhammad dipercaya untuk memimpin kerajaan Pasai dengan gelar Sultan Muhammad Malikul Zahir (Sultan Malik al-Tahir), berdampingan dengan ayahnya yang masih memimpin kerajaan Samudera. Sementara Abdullah lebih memilih keluar dari keluarga besar kerajaan Samudera Pasai dan mendirikan kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Aru Barumun yang kurang lebih berdiri pada tahun 1295 M.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
Lambang kerajaan samudera pasai
Menurut catatan Ibnu Battutah, kerajaan Samudera mengalami perkembangan pesat, bahkan bisa dikatakan berada dalam masa kejayaan di bawah kepemimpinan Muhammad Malikul Zahir. Hal ini ditandai dengan aktivitas perdagangan yang sudah maju, ramai, dan sudah menggunakan koin emas sebagai alat pembayaran. Ditambah lagi, posisi Kerajaan Pasai yang berada di aliran lembah sungai juga membuat tanah pertanian menjadi subur sehingga padi yang ditanam oleh penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 bisa dipanen dua kali setahun. 

Masih dalam catatan Ibnu Battutah, dijelaskan bahwa Muhammad Malikul Zahir adalah raja yang sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan, bahkan Muhammad Malikul Zahir sempat mendirikan pusat studi Islam di lingkungan kerajaan yang dijadikan tempat diskusi para ulama dan elit kerajaan. Maka tidak berlebihan jika kemudian Ibnu Battutah memasukkan nama Muhammad Malikul Zahir sebagai salah satu dari tujuh raja di dunia yang memiliki kemampuan luar biasa dengan kepribadian yang sangat rendah hati. 

Sultan Muhammad Malikul Zahir dikaruniai dua orang putra, yaitu Malikul Mahmud dan Malikul Mansur. Ketika Sultan Muhammad Malikul Zahir wafat karena sakit, kerajaan dipegang oleh ayahnya, Sultan Malik al Salih, yang juga memimpin kerajaan Samudera. Karena masih terlalu muda, maka kedua putra Muhammad Malikul Zahir dititipkan oleh Sultan Malik al-Salih pada ahli kenegaraan dan keagamaan, Malikul Mahmud dititipkan kepada Sayid Ali Ghitauddin sedangkan Malikul Mansur dititipkan pada Sayid Semayamuddin. 

Pada tahun 1346 terjadi pergantian kekuasaan dari sultan Malikul Mahmud kepada putranya yaitu Ahmad Permadalah. Permala dengan gelar kehormatan Sultan Ahmad Malikul Zahir. Dalam sebuah catatan dituliskan bahwa Sultan Ahmad Malik al-Zahir memiliki lima orang anak, tiga putra dan dua putri. Ketiga putra itu adalah Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil dan Tun Abdul Fadil, sementara kedua putrinya adalah Tun Medam Peria dan Tun Takiah Dara. 

Sultan Ahmad Malik al-Zahir dikenal sebagai raja yang memiliki citra buruk dimata masyarakatnya karena Sultan Ahmad Malik al-Zahir menaruh birahi pada kedua putrinya sendiri. Tak pelak sikapnya yang demikian itu membuat marah para petinggi kerajaan Samudera Pasai, termasuk Tun Beraim Bapa. Tun Beraim Bapa kemudian berusaha melindungi kedua saudara perempuannya dari jeratan nafsu ayah kandungnya dengan menyembunyikan kedua saudarinya di sebuah tempat. Merasa mendapat pertentangan dari putra sulungnya sendiri, Sultan Ahmad Malik al-Zahir murka dan menyuruh utusan untuk membunuh Tun Beraim Bapa. Sang putra mahkota yang seharusnya mewarisi tahta kerajaan itu pun meninggal karena diracun oleh utusan ayahnya. Merasa terharu dan tidak terima dengan perlakuan biadab sang ayah, Tun Medam Peria dan Tun Takiah Dara kemudian memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka dengan meminum racun yang telah membunuh kakaknya. 
Kebiadaban Sultan Ahmad Malik al-Zahir ternyata tidak berhenti sampai di situ. Mengetahui bahwa putri dari kerajaan Majapahit yaitu Radin Galuh Gemerencang jatuh cinta kepada Tun Abdul Jalil, Sultan Ahmad al-Zahir yang juga menaruh hati kepada kecantikan dari putri raja Majapahit itu kembali menyuruh anak buahnya untuk menghabisi nyawa putra keduanya tersebut dan membuang jenazah Tun Abdul Jalil ke tengah laut. 

Radin Galuh Gemerencang yang sangat merindukan pujaan hatinya, Tun Abdul Jalil, kemudian pergi bersama para pengawal menuju ke Pasai. Sesampainya di Pasai, Radin Galuh Gemerencang terkejut setelah mendengar berita bahwa sang putra mahkota meninggal dengan tragis ditangan ayahnya sendiri. Karena tidak kuasa menahan kesedihan, sang putri kemudian ikut menenggelamkan diri di tempat jenazah Tun Abdul Jalil ditenggelamkan. 

Rombongan pengawal Radin Galuh Gemerencang yang tersisa kembali ke Jawa dan melaporkan kematian sang putri kepada Raja Majapahit. Mendengar berita tragis dan kebiadaban dari Raja Pasai, Raja Majapahit geram dan mengirim pasukan untuk menggempur kerajaan Pasai. Dalam peperangan itu, kerajaan Pasai akhirnya kalah dan Sultan Ahmad al-Zahir mengungsi ke daerah bernama Menduga yang berjarak kurang lebih lima belas hari perjalanan kaki dari Pasai. Sementara itu pasukan Majapahit yang telah menaklukkan kerajaan Pasai dan mengambil harta rampasan kemudian berlayar kembali ke Jawa. Dalam perjalanannya, pasukan Majapahit juga sempat menaklukkan kerajaan Jambi dan Palembang.
Makam Sultan Malik as saleh
Menurut sejarah, dalam silsilah kerajaan Pasai terdapat nama Sultanah Nahrasiyah (Nahrisyyah) Malikul Zahir, raja perempuan pertama di kerajaan Islam Nusantara yang bertahta dari tahun 1420 hingga 1428. Sultanah Nahrasiyah memiliki penasehat kontroversial bernama Ariya Bakooy yang bergelar Maharaja Bakooy Ahmad Permala.

Ariya Bakooy pernah diperingatkan oleh para ulama agar tidak mengawini Puterinya sendiri tapi peringatan itu ditentangnya. Bahkan, karena tidak terima keinginan dirinya ditentang, Ariya Bakooy sampai membunuh 40 ulama. Ariya Bakooy akhirnya tewas di tangan Malik Musthofa yang bergelar Pocut Cindan Simpul Alam, yang tidak lain adalah suami Sultanah Nahrasiyah dengan bantuan Sultan Mahmud Alaiddin Johan Syah dari Kerajaan Aceh Darussalam (1409-1465). 

Sultanah Nahrasiyah dalam catatan sejarah merupakan seorang perempuan muslimah yang berjiwa besar. Hal ini dibuktikan dengan hiasan di makamnya yang dibuat dengan sangat istimewa. Pada nisannya, tertulis nukilan huruf Arab terjemahannya berbunyi: ”inilah kubur wanita bercahaya yang suci, ratu yang terhormat, almarhum yang diampunkan dosanya, Nahrasiyah, putri Sultan Zainal Abidin, putra Sultan Ahmad, putra Sultan Muhammad, putra Sultan Mailkus Salih. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya. Mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin, 17 Zulhijjah 832.” 

Berikut ini adalah silsilah Raja-raja Kerajaan Samudera Pasai: 
1. Sultan Malik al-Saleh (1267-1297 M) 
2. Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M) 
3. Sultan Mahmud (1326-1345 M) 
4. Sultan Malikul Mansur 
5. Sultan Ahmad Malik al-Zahir (1346-1383 M) 6. Sultan Zain al-Abidin Malik al-Zahir (1383-1405) 
7. Sultanah Nahrasiyah (1420-1428) 
8. Sultan Sallah al-Din (1402) 
9. Sultan Abu Zaid Malik al-Zahir (1455) 
10. Sultan Mahmud Malik al-Zahir (1455-1477) 
11. Sultan Zain aI-Abidin (1477-1500) 
12. Sultan Abdullah Malik al-Zahir (1501-1513) 
13. Sultan Zain aI-Abidin (1513-1524). 
Amarseto (2017: hlm 48-63)

Daftar Pustaka

Buniko amarseto, Ensiklopedia kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta, Relasi inti media. 2017.



Itulah sejarah berdirinya Kerajaan Samudra Pasai, semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah wawasan pembaca dalam menjadi blog yang anda percaya dalam menemukan referensi yang terperinci. Terima kasih. 


Demikianlah Artikel Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai

Sekianlah artikel Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai dengan alamat link https://suksuksay.blogspot.com/2019/10/sejarah-berdirinya-kerajaan-samudera.html

0 Response to "Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai"

Posting Komentar