Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo

Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo - Hallo sahabat Suka Suka Saya, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Kerajaan Islam indonesia, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo
link : Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo

Baca juga


Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo

Gowa, adalah sebuah kerajaan yang terletak didaerah Sulawesi Selatan. Apabila membicarakan Kerajaan Gowa tentunya tidak dapat dipisahkan dengan Kerajaan Tallo kerajaan Gowa di kenal juga dengan sebutan kerajaan Gowa Tallo. Kedua kerajaan ini disebut-sebut sebagai kerajaan kembar dan memiliki sinergi dalam kekerabatan dan hubungan kerjasama. Konon, beberapa sumber menyebutkan bahwa kedua kerajaan ini awalnya merupakan tanah kekuasaan kerajaan kuno di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Siang. 

Tak diketahui secara pasti kapan kerajaan Gowa terbentuk, tetapi diperkirakan raja Gowa pertama, Tumanurunga, mulai memerintah pada abad ke-13. Awal mulanya, di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas yang disebut Bate Salapang atau Sembilan Bendera, yaitu Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili. Bate Salapang ini kemudian bergabung secara damai untuk membentuk Kerajaan Gowa. 


Kerajaan Gowa bersifat maritim, dengan dua kegiatan utama yaitu pelayaran dan perdagangan. Posisinya yang strategis, mendukung Gowa menjadi bandar utama perdagangan di wilayah timur dengan komoditas rempah-rempah. Kerajaan Gowa Tallo terkenal sebagai kerjaan yang memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari wilayah Bugis, bahkan memiliki sebuah tata hukum niaga yang disebut Ade’AlIapiang Bicarana Pabbalri’e. 

Rakyat Gowa menerapkan pola lapisan sosial dalam kehidupannya. Golongan keturunan raja dan bangsawan disebut dengan Anakarung/ Karaeng, sedangkan rakyat biasa disebut dengan tomaradeka dan golongan hamba disebut dengan ata. Dalam pemerintahan, Raja merupakan pemegang kekuasaan absolut. 

Dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh bawahan-bawahannya. Pabbicarabutta atau dikena pula dengan sebutan Baliempona Sombayya ri Gowa adalah kedudukan tertinggi di bawah raja, setara dengan perdana menteri, serta memiliki kewenangan menjadi pemangku jabatan raja apabila putra mahkota belum cukup umur untuk memerintah.

Tumailalang Towa adalah pejabat yang berwenang menyampaikan dan meneruskan perintah raja kepada Dewan Adat Bate Salapanga. Tumailalang Lolo adalah pejabat yang menerima usul dan permohonan yang disampaikan kepada raja. Anrongguru Lompona Tumakkajannang-nganga adalah pejabat yang memiliki kewenangan menjadi panglima pada masa perang, atau menjaga rakyat menaati perintah raja pada masa damai. Bate Anak Karaeng adalah sebutan untuk raja-raja kecil pada tanah kekuasaan Gowa. Terdapat pula beberapa jabatan yang tidak tergolong sebagai pejabat tinggi Kerajaan Gowa, antara lain adalah Lo’mo Tukkajannang-nganga, Anronggurunna Tumakkajannang nganga, Anrongguru Lompona Tu Bontoalaka, Sabannara', Karaengta, Gallarrang, Anrongguru, Jannang, Pabbicara, Matowa, dan Daengta.


Kerajaan Gowa mulai berkembang pesat ketika Tumapa’risi’ Kallonna menjadi raja Gowa ke-9 dengan gelar Daeng Matanre Karaeng. Daeng Matanre Karaeng membuat undang-undang perang, mengatur jabatan dalam kerajaan, mengadakan pungutan bea untuk kas kerajaan, serta menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil seperti Selayar, Bulukumba, Cempaga, dan Maros. Pada pemerintahannya pula, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Tamalate ke Somba Opu serta dibangun benteng sebagai basis pertahanan kerajaan. Daeng Matanre Karaeng juga membuat suatu sumpah perjanjian dengan penguasa Kerajaan Tallo yang menyebutkan bahwa kedua kerajaan tersebut tidak boleh saling melawan (ampasiewai). 

Masuknya islam di kerajaan gowa tallo

Pada mulanya, penguasa dan rakyat Gowa maupun Tallo adalah penganut animisme. Agama Islam mulai masuk di Sulawesi Selatan karena adanya dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Pada tahun 1605, I Mangari Daeng Manrabbia, raja Gowa memeluk agama Islam dan bergelar Sultan Alauddin. Sedangkan raja Tallo, Kraeng Mantoaya, bergelar Sultan Abdullah. Dua tahun setelahnya, raja kedua kerajaan menetapkan Islam sebagai agama resmi rakyatnya. 

Setelah menjadi kesultanan Gowa yang bercorak Islam, rakyat sangat terikat pada norma adat yang dianggap sakral. Norma adat ini kemudian didasarkan pada ajaran agama Islam yang disebut dengan pangadakkang. Dengan masuknya Islam pula, jabatan dalam struktur pemerintahan ditambah dengan syara’ yang dikepalai seorang qadhi yang memiliki kewenangan dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan ibadah, seperti penyelenggaraan sholat Jumat, hari-hari besar keagamaan, dan ritual-ritual lainnya. 

Sultan Alauddin wafat pada tahun 1639, digantikan oleh I Mannuntungi Daeng Mattola yang bergelar Sultan Malikussaid (1639-1653), kemudian digantikan lagi oleh puteranya yang bernama I Mallombasi Daeng Mattawang yang bergelar Sultan Hasanuddin. Pada masa pemerintahannya, Belanda berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Sulawesi, termasuk Gowa dan Tallo, yang telah bergabung menjadi Kerajaan Makassar. Sultan Hasanuddin memimpin perlawanan terhadap Belanda, dan atas kegigihannya tersebut ia mendapat julukan "Ayam Jantan dari Timur". Untuk menguasai Kerajaan Makassar, Belanda menjalin kerjasama dengan Kerajaan Bone di bawah pimpinan Aru Palaka. 


Pada tahun 1667, Sultan Hasanuddin terdesak, dan harus mengakui kemenangan Belanda dengan menyetujui Perjanjian Bongaya atau Bungayya. lsi dari perjanjian tersebut antara lain adalah bahwa VOC berhak menguasai monopoli perdagangan di Sulawesi, Kerajaan Makassar harus melepaskan seluruh daerah kekuasaannya dan benteng pertahanannya, Aru Palaka diangkat sebagai raja Bone, serta Kerajaan Makassar harus membayar biaya perang dalam bentuk hasil bumi kepada VOC. 

Sepeninggal Sultan Hasanuddin, tahta Kerajaan Makassar masih berlanjut sampai 20 keturunan. Akan tetapi, dengan adanya Perjanjian Bongaya tersebut, raja tidak lagi memiliki kewenangan dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, dan militer sehingga sering disebut dengan istilah "raja boneka". Raja hanya sebatas simbol dari kebudayaan. Raja terakhir Kerajaan Makassar adalah Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang yang bergelar Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960).


Peninggalan Kerajaan Gowa yang masih dapat ditemui adalah benteng-benteng yang dibangun pada masa kejayaannya. Benteng-benteng tersebut adalah Somba Opu, Tallo, Sanrobone, Ujung Pandang atau sekarang dikenal dengan Fort Rotterdam, Panakkukang, Barombong, Mariso, Bontomarannu, Garassi, dan Bayoa. Selain itu peninggalan yang menjadi bukti bahwa Kerajaan Gowa memiliki maritim yang tangguh adalah jenis kapal yang khas, yaitu Pinisi dan Lombo. 

Bukti Kebesaran Kerajaan Gowa Tallo

Berikut beberapa bukti lenglap sejarah tentang kebesaran Kerajaan Gowa-Tallo di Makassar: 
  1. SALOKOA atau mahkota Raja yang memiliki berat 1768 gram dan terbuat dari emas murni yang ditaburi 250 berlian. Mahkota ini berasal dari Raja Gowa Pertama Tumanurung Baineyya ri Tamalate pada Abad ke 13 Masehi.
  2. PONTO JANGA-JANGAYYA yang terbuat dari emas murni dengan berat seluruhnya 985,5 gram. Bentuknya seperti Naga yang melingkar sebanyak 4 buah dan benda ini merupakan benda "Gaukang" kebesaran Raja di Gowa dan dipakai pada pergelangan tangan.
  3. TOBO KALUKU atau rante manila dengan berat 270 gram.
  4. KOLARA yang merupakan kalung kebesaran yang terbuat dari emas murni seberat 2.182 gram.
  5. JINGARA' adalah mata Uang Kerajaan yang terbuat dari emas Murni dengan ukuran diamater19.49mm,teba| 1.50 mm dan berat 2.47 gram yang merupakan alat tukar yang sah di dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo.
  6. MERIAM ANAK MANGKASARA adalah meriam yang terbesar yang pernah ada dan dimiliki oleh kerajaan di Indonesia dalam bidang pertahanan. Panjang diameter lobang mulutnya 41,5 cm, sehingga orang dengan mudah dapat masuk ke dalamnya. Menurut Dr. K.G. Crucq yang banyak melakukan penelitian tentang meriam-meriam yang ada di Indonesia, bahwa meriam ”Anak Mangkasara" Milik Kerajaan Gowa-Tallo yang ada di Benteng Somba Opu itu lebih besar dari pada meriam "Pancawura" atau "Kyai Sapujagad" yang ada di Keraton Surakana. Berat meriam "Anak Mangkasara" ini seluruhnya memiliki bobot 9.500 kg. atau 9,5 ton. Panjang meriam keramat ini enam meter. Dengan kaliber 41,5 cm. 
  7. EMPAT BELAS BENTENG PERTAHANAN Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo dan merupakan kerajaan di Nusantara yang memiliki Benteng pertahanan terbanyak, yaitu : 
  • Benteng Tallo
  • Benteng Ujung Tanah
  • Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam)
  • Benteng Baro'boso
  • Benteng Mariso
  • Benteng Somba Opu
  • Benteng Garassi
  • Benteng Panakkukang
  • Benteng Barombong
  • Benteng KaleGowa
  • Benteng Ana' Gowa
  • Benteng Galesong
  • Benteng Sanro Bone
  • Benteng Pattunuang 

8. MASA KE EMASAN Kebesaran imperium Kerajaan Gowa-Tallo sebagai penguasa dan penakluk lautan sejak abad ke 15. Bukti menunjukkan kepiawaian Suku Makassar mengarungi lautan hanya dengan perahu layar hingga seluruh nusantara dan terkenal paling berani, paling unggul berperang di seluruh Hindia dan sanggup mengerahkan laskar ratusan ribu jumlahnya. Tak heran jika wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa pada pertengahan abad XV H dapat meliputi sebagian besar kepulauan Nusantara bagian Timur, seluruh Sulawesi, Sula, Dobo, Buru-Kepulauan Aru Maluku di sebelah timur, termasuk Sangir, Talaud, Pegu, Mindanao di bagian utara. Bahkan sampai Marege-Australia Utara, Timor, Sumba, Flores, Sumbawa, Lombok-Nusa Tenggara di sebelah selatan, serta Kutai dan Berau di Kalimantan Timur sebelah Barat. Dalam kurun waktu tahun 1641, Kerajaan Gowa-Tallo adalah merupakan suatu lmperium Terbesar dikawasan Nusantara yang daerah kekuasaannya meliputi kawasan darat dan laut yang luasnya lebih dari separuh kawasan Indonesia pada masa ini. Tidak kurang dari 70 Kerajaan besar dan kecil yang mengaku berlindung dibawah naungan "Laklang Sipqua" (Payung Kebesaran Kerajaan Gowa). 

9. ARMADA LAUT Kerajaan Gowa-Tallo dahulu didukung oleh armada perahu yang besar dan tangguh, seperti jenis perahu Phinisi yang terkenal dan ribuan perahu jenis "Galle" yang mempunyai desain cantik menawan yang dikagumi pelaut-pelaut Eropa. 

10. PENGETAHUAN ASTRONOMI Kerajaan Gowa-Tallo juga telah memiliki nama-nama Bulan Yang digunakan Kerajaan Gowa-Tallo sebelum tahun 1520, Yaitu: 
  • Naagai (Januari)
  • Palagunai (Februari)
  • Bisaakai (Maret)
  • Jettai (April)
  • Sarawanai (Mei)
  • Pe'dawaranai (Juni)
  • Sujiwi (Juli)
  • Pacciekai (Agustus)
  • Pociyai (September)
  • Mangasierai (Oktober)
  • Mangase’tiwi (November)
  • Mangalompai (Desember) 

Itulah sejarah berdirinya Kerajaan Gowa Tallo yang berperang penting dalam menyebarkan Islam di Nusantara semoga tulisan ini bermanfaat. Terima kasih


Demikianlah Artikel Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo

Sekianlah artikel Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo dengan alamat link https://suksuksay.blogspot.com/2019/10/sejarah-berdirinya-kerajaan-gowa-tallo.html

0 Response to "Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa Tallo"

Posting Komentar