Judul : Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran
link : Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran
Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran
Asal Usul Dinasti MughalKerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur yang lahir pada tanggal 24 Februari 1483 M. Ayahnya bernama Umar Syek Mirza keturunan kelima Timur Lenk, seorang Amir Fargana. Sedangkan ibunya adalah seorang Putri keturunan langsung Jakutai putra Jengis Khan (Hamka, 196-198). Pada tahun 1494 M., ayahnya wafat dan usianya ketika itu baru 12 tahun. Babur kemudian diangkat menjadi penguasa Fargana menggantikan ayahnya yang telah wafat. Meskipun masih relatif muda, Babur telah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tangguh. Ambisi dan cita-citanya untuk menjadi penguasa Delhi tampaknya diilhami oleh kebesaran kakeknya yaitu Timur Lenk.
![]() |
Agra pernah menjadi pusat pemerintahan Dinasti mughal |
Dalam mewujudkan ambisinya, Babur menyerang Samarkhand tiga kali dan tiga kali pula gagal. Bahkan penyerangan yang ketiga menyebabkan ia terusir dari Farghana namun kegagalan itu tidak membuatnya putus asa. Akhirnya atas bantuan raja Syafawi, Ismail I, ia berhasil menaklukan Samarkhand pada tahun 1494, kemudian menduduki Kabul tahun 1504 (Yatim, 1997:147).
Setelah mengalahkan Kabul, Babur meneruskan ekpansinya ke India. Saat itu Ibrahim Lodi, penguasa India, dilanda krisis sehingga stabilitas pemerintah menjadi kacau. Alam Khan, Paman Ibrahim Lodi, bersama daulat Khan mengirim utusan ke Kabul untuk meminta bantuan Babur menjatuhkan Ibrahim di Delhi. Kesempatan emas itu tidak akan disia-siakan oleh Babur. Maka pada tahun 1525, Babur menguasai Punjab dengan ibu Kota Lahore. Setelah itu ia memimpin tentaranya menuju Delhi. Maka terjadilah pertempuran dahsyat di Panipat, Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu, Babur segera menegakan pemerintahannya di Delhi. Dengan demikian, berdirilah kerajaan Mughal di India (Yatim, 1997: 147).
Perkembangan dan Kemajuan
Kemenangan yang dicapai oleh Babur merupakan ancaman bagi para Raja Hindu di anak benua India. Oleh karena itu, Babur di mana kepemimpinannya lebih banyak melakukan konsolidasi ke dalam untuk memperkuat pasukannya dalam menghadapi berbagai kemungkinan serangan dari mereka dan di samping itu juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.Babut dapat menguasai India bagian utara, setelah serangan susah payah melakukan pertempuran yang tak henti-hentinya sebanyak tiga kali pertempuran melawan pasukan raja Hindu dengan sekutunya. Dia meninggalkan sebuah kerajaan yang meliputi Badakhshan, Afganistan, Punjab, Delhi, Utara Bahihar dan wilayah-wilayah yang membentang ke selatan hingga garis pertahanan yang ditandai dengan benteng-benteng Biyana, ranthambor, Gwalior, dan Manderi (Mahmudunnaser 1995: 351)
Babur tidak hidup lama untuk menikmati hasil-hasil kemenangannya. Dia meninggal dunia pada tanggal 26 Desember (Mahmandunnaser: 1994; 351)
Babur digantikan oleh anaknya yang bernama Hummayun. Meskipun Babur telah tiada, bukan berarti perasaan dendam para raja di India berhenti.
Ancaman masih terus datang, misalnya dari Bahadur Syah, penguasa Gujarat, dan ancaman dari Syekh Khan, kepala suku Afganistan (Ikram, 1965: 137).
Serangan dari Bahadur Syah dapat dipatahkan. Bahadur Syah melarikan diri dari Gujarat, ke daerah-daerah yang dikuasai Kerajaan Mughal. (Nasution, 1985: 85). Namun setahun kemudian, Bahadur Syah dapat merebut kembali Gujarat dan membawa dengan meminta bantuan orang-orang Portugis (Mahmudunnaser, 1994: 352).
Pada tahun 1539 pasukan Hummayun disergap oleh pasukan Syer Khan dan dikalahkan di Chausa. Hummayun melarikan diri ke Agra. Setelah mengalahkan Hummayun, Syer Khan memakai Syer Syah, sehingga namanya menjadi Syer Syah.
Selanjutnya menurut catatan Bosworth (1980: 236) pengganti-pengganti Syer Syah adalah raja-raja yang lemah hingga memberi kesempatan kepada Hummayun untuk kembali menduduki tahta kerajaan Mughal yang pernah lepas dari genggamannya, khususnya di wilayah Delhi dan Agra pada tahun 962H/1555M.
Pendapat lain mengatakan, sebelum tahun 1555 M, Hummayun pernah berusaha untuk merebut kembali kekuasaannya, sehingga terjadi pertempuran dengan Sher Syah di Kanauj. Dalam pertempuran kali ini, Hummayun juga menderita kekalahan. Ia terpaksa melarikan diri ke Kandahar dan selanjutnya ke Persia. Di Persia ia menyusun kembali pasukannya. Melalui bantuan yang diberikan oleh raja Syafawi, ia melakukan serangan terhadap Sher Syah. Hummayun baru dapat mengalahkan Sher Syah setelah 15 tahun berkelana meninggalkan Delhi. Setahun setelah merebut Delhi, ia meninggal karena jatuh dari tangga istananya pada bulan Januari 1556 M (Mahmudunnaser: 353-354).
Pengganti Hummayun adalah putranya yang bernama Akbar (1556-1605 M). Pada saat naik tahta, usianya baru 14 tahun. Karena ia masih muda, maka urusan pemerintahan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi'i. Bairam Khan adalah seorang perwira yang berpengalaman dan teman dekat ayahnya (holt, 1970: 22). Pada masa Akbar inilah kerajaan Mughal mengalami masa keemasannya.
Seperti kakeknya, ia melalui karir militernya sejak masih anak-anak. Karena dilahirkan sewaktu ayahnya menjadi pelarian, dia tidak menerima pendidikan formal. Bahkan mungkin, dia tidak bisa membaca dan menulis, tetapi dia mempunyai ingatan yang luar biasa kuatnya dan mempunyai keinginan besar untuk menuntut ilmu.
Di awal masa pemerintahannya, Akbar menghadapi sisa-sisa keturunan Sher Syah yang masih berkuasa di Punjab. Pemberontakan ini dapat dikalahkan oleh pasukan Bairam yang dikenal dengan perang Panipat II, (K. Ali,1996: 354).
Keberhasilan Akbar pada perang Panipat II, tidak dapat terlepas dari peran besar yang dimainkan Bairam Khan. Akan tetapi, setelah Akbar dewasa, ia berusaha untuk menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan terlampau memaksakan paham syi'ah. Bairam malahan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar tahun 1561 M. Akbar kemudian mengirim Bairam Khan ke Makkah, namun di tengah perjalanan dibunuh oleh seorang Afghan yang ayahnya dihukum mati atas perintahnya (Mahmudunnaser, 1994: 358).
Setelah persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai mengadakan ekspansi wilayah. Mula-mula perhatiannya diarahkan ke Chundarm Ghon, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Galilgarh, Nurhala, dan Sirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik (Mujib, 1967256). Dalam sistem pemerintahan militeristik, sultan adalah penguasa diktator. Pemerintah daerah dipegang oleh seorang Sipah solar (Kepala komandan). Sedangkan sub-clistrik dipegang oleh Faujdar (komandan). jabatan-jabatan sipil diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran dan para pejabat sipil wajib mengikuti latihan kemiliteran (Yatim, 1997: 149).
Akbar juga menerapkan politik Sulakhul (Toleransi Universal). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Di dalam masalah agama, Akbar mempunyai pandangan liberal dan ingin mempersatukan semua agama dalam satu agama yang diberi nama Din Illahi (Nasution, 1985:85). Sebagaimana namanya Akbar yang berarti agung atau besar, Akbar telah membuktikan usahanya yang luar biasa besarnya. Selain memakmurkan rakyat dengan menghilangkan segala bentuk pajak, dia juga meluaskan perekonomian dalam segala cabangnya, dan memperbesar perdagangan dengan luar negeri (Ahmad, 1979: 130-131).
Akbar meninggal dunia setelah berkuasa kurang lebih 49 tahun. Sepeninggal Akbar, kedudukan digantikan oleh puteranya yang bernama Salim dengan gelar sultan Nuruddin Muhammad Jihangir Padayah Ghazi. Pada masa pemerintahannya, Jihangir menghapus ideologi agama Din Illahi, dan berpegang teguh dengan madzhab Ahlu Sunnah wal jama'ah. Dalam menjalankan roda pemerintahan, jihangir banyak dipengaruhi oleh permaisurinya Nur Mahal yang sangat cantik dan cerdik, serta suka mencampuri urusan pemerintahan dari belakang layar (Hamka, 1961:110).
Pada tahun 1627 M, jihangir meninggal dunia setelah lama menderita sakit. Kemudian ia digantikan oleh putranya Khuram yang bergelar Syah jehan (1628-1658 M) yang berkedudukan di Agra. Pada masanya, Portugis di Hugli Senggala menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepada mereka dengan menarik pajak yang besar dari pedagang setempat. Selain itu, mereka juga dicurigai menyebarkan agama Kristen kepada penduduk. Syah jehan mengeluarkan perintah untuk mengusir mereka, dan pada tahun 1632 M., Hugli dikepung dan akhirnya direbut (Mahmudun naser, 1994: 366 367).
Syah Jehan adalah salah satu sultan Mughal yang mempunyai perhatian besar terhadap kesenian dan kesusastraan. Romantika Syah Jehan dengan permaisurinya Taz-i-Mahal cukup terkenal. Sehingga sewaktu permaisurinya meninggal pada tahun 1531 M, maka dia mendirikan bangunan yang indah untuk tempat peristirahatan yang terakhir kali baginya. Bangunan itu menjadi kekaguman dunia sampai sekarang yaitu Taj Mahal (Ahmad, 1974;131).
Pada bulan September 1657 M, Syah Jehan jatuh sakit. Dalam situasi duka seperti ini, timbullah keinginan di antara puteranya untuk menggantikan kedudukannya. Maka perebutan kekuasaan tidak dapat dihindari lagi. Aurangzeb (Alamgirh) akhirnya berhasil sebagai pemenang dan menduduki tahta kerajaan pada tanggal 8 Juni 1658 M., dengan gelar Abu al Mudzaffar Muhibudin Muhammad Aurangzeb Alamgirh Padsyah Ghozi (Mahmudun naser, 1994 :368 369: Nasution, 1985: 85)
Aurangzeb adalah raja Mughal yang besar di samping Akbar. Sistem keamanan yang diterapkan oleh Aurangzeb sangat berpengaruh terhadap kemajuan Mughal, baik di bidang intelektual atau material. Terhadap orang-orang Hindu, dia juga memberikan kebebasan membentuk satu bagian integral dari struktur administrasi dan kemiliteran Mughal (Bosworth, 1980: 237-238).
Kerajaan Mughal sejak didirikan sampai pemerintahannya Aurangzeb dipimpin oleh raja-raja yang besar dan kuat, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Akbar. Setelah itu kerajaan Mughal mengalami kemunduran sampai akhirnya hancur pada tahun 1858 M.
Di antara kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa Mughal adalah:
a. Bidang Politik
Sekalipun dalam pemerintahan kerajaan Mughal banyak diwarnai perebutan kekuasaan, namun secara keseluruhan dari pemerintahannya masih dapat terkendali, terutama pada masa Akbar. Hal itu disebabkan, para penguasa Mughal menerapkan sistem militeristik dalam rangka mempertahankan wilayahnya.
b. Bidang Ekonomi
Di bidang ekonomi, sektor pertanian menjadi bagian terpenting selain perdagangan, pajak dan perindustrian. Dalam mengatur sektor pertanian, pemerintah menerapkan sistem hubungan petani berdasarkan lahan pertanian. Deh merupakan unit lahan pertanian terkecil. Beberapa Deh tergabung dalam pargana (desa). Komunitas petani dipimpin oleh seorang Mukaddam. Melalui mukaddam itulah pemerintah berhubungan dengan para petani, (Yatim, 1997: 150).
Untuk meningkatkan produksi, pada masa Jihangir mengizinkan Inggris (1611) dan Belanda (1617) mendirikan pabrik pengolahan pertanian di Surat. Hasil pertanian tersebut adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila dan bahan celupan.
c. Bidang Seni dan Arsitektur
Pada masa sultan Akbar telah digunakan tiga macam bahasa yaitu bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai bahasa bangsawan, dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan kesusastraan. Akbar juga menciptakan suatu bahasa baru yang merupakan gabungan ketiga bahasa tersebut di tambah dengan bahasa Hindu yaitu bahasa Urdu (Hamka 107-108).
![]() |
Taj Mahal |
Karya seni lainnya yaitu karya-karya arsitektur yang sangat indah. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila-vila dan masjid-masjid megah. Pada masa Syah Jehan dibangun Masjid berlapis mutiara yang diberi nama masjid Moti di Agra, Taj Mahal, masjid raya Delhi, dan istana indah di Lahore (Yatim, 1997: 151).
Kemunduran dan Kehancuran
Pada awal abad 18, kerajaan Mughal mulai memasuki masa kemundurannya. Para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh para penguasa sebelumnya. Bahkan sultan terakhir, akhirnya diusir dari istana setelah perlawanannya dipatahkan oleh Inggris.Ada beberapa faktor terkait yang menyebabkan dinasti Mughal mengalami kemunduran pada masa satu setengah abad terakhir. Faktor-faktor tersebut diklasifikasikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
a. Perebutan kekuasaan antara para penguasa Mughal.
b. Semua pewaris tahta kerajaan pasca Aurangzab adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan
C. Kemorosotan moral dan gaya hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dalam menggunakan uang negara
d. Wilayah kerajaan yang begitu luas memberi peluang terjadinya disintegrasi. Daerah-daerah yang jauh dari kota Delhi banyak yang melepaskan diri.
e. Kondisi politik dan ekonomi yang lemah membawa stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer, sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai India tidak dapat dipantau oleh pasukan kerajaan Mughal.
2. Faktor Eksternal
a. Serangan dari Persia dan Afghanistan
b. Gerakan relivalis Hindu tumbuh pesat dan menampilkan diri sebagai gerakan anti Islam
c. Pukulan hebat dari Inggris terhadap kerajaan Mughal yang sedang ”sempoyongan" mengakibatkan kerajaan ini jatuh dan ambruk untuk selamanya. Bahkan Bahadur Syah, sultan
terakhir, diusir dari istana pada tahun 1858. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti Mughal di India, selanjutnya India berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris.
Demikianlah Artikel Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran
Sekianlah artikel Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran dengan alamat link https://suksuksay.blogspot.com/2020/03/sejarah-berdirinya-dinasti-mughal.html
0 Response to "Sejarah Berdirinya Dinasti Mughal: Perkembangan dan Kehancuran"
Posting Komentar